Sejarah Stasiun Tuntang, Lokasi Syuting “Gadis Kretek”
Stasiun Tuntang dipilih sebagai lokasi
syuting untuk film Gadis Kretek karena sesuai dengan waktu cerita yang
melibatkan periode dari sebelum kemerdekaan hingga tahun 1960-an. Keaslian dan
atmosfer yang dimiliki Stasiun Tuntang memberikan kontribusi positif terhadap
penggambaran visual rentang waktu tersebut.
Dengan memanfaatkan kecantikan Stasiun
Tuntang, film ini berhasil menciptakan suasana yang mendukung cerita,
menciptakan suasana seolah-olah penonton dibawa kembali ke era lampau.
Pemilihan Stasiun Tuntang oleh pembuat film membawa nuansa sejarah yang
memperkaya pengalaman penonton dan menciptakan harmoni antara narasi film dan
setting yang dipilih.
Stasiun Tuntang (TTG)
terletak di kecamatan Tuntang, perbatasan Salatiga dan kabupaten Semarang.
Berada pada ketinggian ±464 m, stasiun ini termasuk dalam Daerah Operasi IV
Semarang. Saat ini, Stasiun Tuntang menjadi bagian dari kompleks Museum
Ambarawa.Awalnya dibangun pada tahun 1871, stasiun ini mulai beroperasi pada 21
Mei 1873.
Namun, struktur yang kita lihat sekarang berasal dari tahun 1905, ketika Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij membangun stasiun-stasiun baru. Desain arsitektur Stasiun Tuntang sangat mirip dengan Stasiun Bringin, yang juga terletak di jalur Kedungjati – Ambarawa.
Kedua stasiun ini mengusung gaya arsitektur yang disebut "Chalet NIS," yang diperkenalkan oleh NIS dalam desain stasiun baru pada awal abad ke-20.
Meskipun terbilang stasiun kecil, pembangunan Stasiun Tuntang awalnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan transportasi hasil perkebunan seperti karet, gula, coklat, dan kopi. Stasiun ini berperan juga sebagai jalur pengangkutan barang dari wilayah pedalaman menuju Ambarawa, dengan tujuan akhir ke Semarang sebagai kota pelabuhan. Fungsinya sangat mendukung aktivitas mobilitas masyarakat kolonial Belanda dan penduduk pribumi.
Namun, upaya ini tidak berlangsung lama karena adanya kendala berupa kerusakan rel. Sebelumnya, jalur tersebut sempat tidak aktif ketika layanan kereta wisata ke Tuntang dihentikan, tetapi jalur tersebut akhirnya dibuka kembali pada tahun 2002 setelah mengalami renovasi.
Awalnya, Stasiun ini hanya melayani
lori Ambarawa-Tuntang. Namun, pada tahun 2009, dimulailah renovasi yang
memungkinkan Stasiun Tuntang kembali melayani kereta uap sebagai bagian dari destinasi
wisata.
Jalur menuju Kedungjati dijadwalkan untuk diaktifkan kembali, dan rencana ini menjadi kenyataan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau Kesepakatan Bersama antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Stasiun Ambarawa pada tanggal 14 Januari 2013. Jalur ini direncanakan akan dimanfaatkan untuk angkutan penumpang dan kegiatan wisata.
Terdapat rencana bahwa kereta api komuter akan memberikan layanan kepada pengguna kereta api di Jalur Ambarawa, Tuntang, dan Kedungjati hingga mencapai Semarang.
Menuju ke arah utara, jalur kereta masih terlihat dengan jelas, tetapi hanya dalam jarak 300 meter setelahnya, jalur tersebut mengalami kondisi yang naik turun. Saat ini, Stasiun Tuntang memiliki 2 jalur kereta api yang sudah ada, dan terdapat 1 jalur kereta api baru yang sedang dalam tahap pembangunan di sebelah gudang.
Selain itu, dipo lokomotif baru juga
telah dibangun. Rencananya, dipo lokomotif yang berlokasi di sebelah timur
Stasiun Tuntang akan digunakan untuk menyimpan beberapa lokomotif diesel.
Stasiun Tuntang direncanakan akan diubah menjadi museum lokomotif diesel.
Komentar
Posting Komentar